Oleh :
Ibrahim Wahid
RED – Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, mengimani, bertakwa, berahlak mulia, mengamalkan ajaran agama islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. Sumber : 2 Prof. Dr. Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 2005, hlm. 21
Minat merupakan suatu keadaan di mana seseorang mempunyai perhatian terhadap sesuatu dan di sertai keinginan intuk mengetahui dan mempelajari maupun membuktikannya lebih lanjut. Minat timbul karena adanya perhatian yang mendalam terhadap suatu obyek, di mana perhatian tersebut menimbulkan keinginan untuk mengetahui, mempelajari, serta membuktikan lebih lanjut. Hal itu menunjukkan, bahwa dalam minat, di samping perhatian juga terkandung suatu usaha untuk mendapatkan sesuatu dari obyek minat tersebut.
Menurut Slameto (2015:57) Menurut Slameto (2015:57)
Seyogyanya seorang muslim/muslimah sudah terikat hukum wajib dengan agama islam yang dimulai pada fase mukallaf. Seseorang yang sudah dikenai hukum mukallaf diwajibkan menuntut ilmu agama dengan sungguh dan niat yang lurus, sehingga dapat menjalankan perintah Allah dengan benar menurut aturan agama. Rasul telah bersabda dalam salah satu hadits nya tentang kewajiban menuntut ilmu, saking wajibnya orang tua mendidik anaknya agar belajar melaksanakan ibadah seperti sholat sejak anak berusia 7 tahun. Setelah anak umur 10 tahun, maka wajib hukumnya orang tua menghukum anaknya dengan cara dipukul ringan dibagian kaki dengan tujuan memberikan efek jera jika tidak mau melaksanakan belajar ibadah sejak dini.
Kasusnya, anak-anak zaman sekarang sangat jauh dari kata semangat belajar. Anak-anak atau remaja yang harusnya sedang mengenyam pendidikan agama islam, teralihkan oleh era globalisasi yang kita kenal dengan kata gadjet ataupun istilah lainnya seperti hp dan pergaulan bebas yang dicontoh dari budaya barat (Freedom) dan sebagainya. Anak-anak keasikan dengan apa yang dapat diakses oleh HP/Internet. Banyak sekali dampak negative yang ditimbulkan dari dampak kemajuan teknologi tersebut. Yang paling menonjol adalah candunya game/permainan yang di gandrungi anak usia 5-30 tahun umumnya, sehingga mereka lupa akan waktu, menghabiskan hitungan jam untuk bermain hp. Akhirnya mereka lupa bahwa tugas utamanya adalah belajar, terlebih mempelajari agama yang mana hukumnya fardhu ain. Orang tua sebagai pendidik pertama dalam rumah merasa kewalahan dalam mendidik anak-anaknya, mereka sulit diarahkan dan tidak menghiraukan apa yang peringatkan oleh orang tuanya sendiri.
Sehingga kasus tersebut membuat yang merasa bertanggung jawab lebih terdahap pendidikan terpancing untuk berfikir lebih keras menghadapi penghambat pendidikan tersebut.
Adapun Faktor yang ditemukan:
1. Melemahnya kekuatan guru atas pelajar disebabkan HAM
2. Dampak negative era globalisasi/ pergaulan bebas
3. Tontonan yang tidak pantas ditiru
4. Kecanduan game yang berlebihan
5. Kurang terpantaunya kegiatan anak oleh orangtua
Adapun dampak yang ditimbulkan dari kasus tersebut ialah meningkatnya kriminalitas karena berkurangnya moral, akhlak atau tatakrama dalam bermasyrakat. Mengingat pelajaran Agama mengajarkan hal hal atau akhlak mulia yang dapat merubah perilaku seseorang yang dapat membedakan manusia dengan hewan.Begitu mulianya ajaran agama islam yang mengajarkan penganutnya agar berperilaku mulia. Namun kenyataannya justru anak-anak sudah tak menghiraukan hal tersebut, mereka cendrung ingin kebebasan, tanpa aturan dan tanpa ada yang mengatur, menjalani kehidupan dengan keinginan dan kehendak sendiri
Artinya pendidik harus dapat lebih memutar otak agar dapat memiliki cara atau metode untuk mengatasi hal yang mengkhawatirkan tersebut. Yang saya temukan ternyata menurunnya minat anak terhadap PAI ialah tidak terlepas dari peran orang tua yang lalai dalam mengawasi anaknya untuk belajar agama, sehingga anak tidak terpacu untuk lebih menyadari wajibnya ilmu agama.
Solusi yang harus dicoba untuk mengatasi hal tersebut ialah:
1. harus ada nya sinkronisasi antara pendidik dan orangtua. Peran orang tua mendidik dan mengarahkan anaknya agar menunaikan kewajibannya untuk mempelajari agama selayaknya.
2. Cara yang lainnya ialah dengan mengontrol penggunaan Gadjet anak oleh orangtuanya agar tidak terlalu menghabiskan waktunya untuk bermain gadjet, artinya orangtua tidak boleh gaptek sehingga tidak dapat mengontrol anaknya dalam penggunaan gadjet yang berlebihan atau konten tak layak ditonton dan dicontoh.
3. Solusi yang selanjutnya yang harus dicoba ialah pendidik melakukan pendekatan khusus dan menerapkan metode yang kiranya dapat diterima dan disukai oleh anak, sehingga anak nyaman dalam majlis/kelas dan menyukai pembelajaran PAI.***(LBN)
Tidak ada komentar